Gangguan Tidur pada Lansia, Apa Saja?
Salah satu masalah kesehatan yang sering dikeluhkan lansia adalah susah tidur. Padahal tidur adalah waktu penting bagi tubuh untuk mengisi ulang energi agar bisa beraktivitas dengan normal.
Pada lansia yang sehat, waktu tidur total harian relatif stabil. Mereka yang berusia 60 tahun keatas memiliki waktu tidur rata-rata 6,5–7 jam per hari.
Perubahan pola tidur selama proses penuaan berhubungan dengan gangguan pada mekanisme pengaturan tidur di otak.
Namun, penting diketahui, ada banyak kondisi medis yang dapat mengganggu tidur nokturnal. Akibatnya, mengantuk di siang hari.
Masalah tidur sering terjadi, tetapi kurang dieksplorasi pada orang dewasa yang lebih tua.
Sleep apnea dan insomnia adalah masalah tidur pada orang dewasa yang lebih tua.
Sleep apnea dan insomnia sama-sama dikaitkan dengan konsekuensi fisik, mental dan sosial negatif yang serius.
Gangguan tidur pada lansia:
1. Insomnia
Insomnia didefinisikan sebagai keluhan subjektif dari kesulitan memulai tidur, kesulitan mempertahankan tidur, atau bangun pagi yang terjadi minimal 3 malam per minggu, selama 3 bulan, dan berhubungan dengan konsekuensi siang hari yang signifikan.
Contoh konsekuensi siang hari ini termasuk kesulitan berkonsentrasi, gangguan mood, kelelahan, dan khawatir tentang tidur.
Rata-rata, orang dewasa yang lebih tua mengalami gejala insomnia selama beberapa tahun sebelum menerima diagnosis formal.
Insomnia ditandai dengan ketidakmampuan terus-menerus untuk tertidur atau mempertahankan tidur, meningkat seiring bertambahnya usia.
Kurang tidur dapat menyebabkan peningkatan kelelahan dan kantuk berlebihan di siang hari, dapat mengganggu metabolisme, endokrin, dan sistem kekebalan tubuh, di antara efek merusak lainnya.
2. Sleep apnea
Sleep apnea merupakan episode berulang pengurangan atau tidak adanya aliran udara selama tidur. Gejala umum sleep apnea adalah kantuk di siang hari, lekas marah, kelelahan, dan sakit kepala. Ada 2 jenis utama sleep apnea:
· Sleep apnea obstruktif
Pada apnea tidur obstruktif (OSA), saluran napas bagian atas terhambat karena faktor anatomi, seperti obesitas dan/atau berkurangnya aktivasi otot-otot dilatasi saluran napas (misalnya, di bawah pengaruh alkohol atau obat penenang, narkoba).
Pada OSA, upaya pernapasan tetap ada selama episode hipoventilasi.
· Sleep apnea sentral (central sleep apnea/CSA)
Sleep apnea sentral merupakan akibat sekunder dari penurunan upaya pernapasan akibat masalah seperti kondisi neurologis (misalnya, stroke) atau gagal jantung.
Penyebab lain CSA termasuk obat-obatan atau zat yang menekan saraf pusat sistem (misalnya, opioid).
3. Mendengkur
Mendengkur adalah gangguan tidur akibat aliran udara melalui hidung dan mulut terganggu.
Ada beberapa faktor penyebab seseorang mendengkur, mulai dari gangguan pada saluran hidung, masalah tenggorokan, termasuk faktor usia.
Mendengkur bisa memicu pengidapnya sering terbangun dari tidur, sehingga menyebabkan kurang tidur. Jika terus dibiarkan, kondisi ini bisa berkembang menjadi lebih serius.
Mendengkur yang dibiarkan bisa memicu gangguan pernapasan, peningkatan tekanan darah, hingga penambahan beban kerja jantung.
4. Ritme srikandi
Gangguan ritme srikandi, istilah untuk kekacauan dalam pengaturan jam biologis tubuh.
Ritme Srikandi merupakan jam biologis tubuh yang mengatur aktivitas gelombang otak, regenerasi sel, produksi hormon hingga siklus tidur dan bangun manusia.
Seiring berjalannya waktu, ritme srikandi akan ikut melemah.
Salah satu cara meningkatkan kualitas tidur dengan menerapkan gaya hidup sehat.***
Foto Ilustrasi - Pixabay
Sumber: Kemenkes