Tren Penderita Diabetes Terus Meningkat, BRIN Teliti Biosimilar Insulin
Jumlah penderita diabetes diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia hingga 2045. Indonesia termasuk negara dengan jumlah penderita diabetes peringkat 5 terbesar di dunia.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menyebutkan prevalensi diabetes di Indonesia mencapai 8,5% dan dan biaya obat Diabetes Mellitus membebani BPJS.
Hal ini yang melatarbelakangi riset dan pengembangan biosimilar insulin. Peneliti Pusat Riset Rekayasa Genetika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dini Nurdiani mengungkapkan selain adanya global emergency penyakit diabetes, latar belakang lainnya yaitu, top 10 generic drugs di Indonesia, di mana tiga diantaranya adalah analog insulin. Semuanya disediakan melalui impor.
“Hal ini menjadi kurang strategis bagi kemandirian Indonesia di bidang penyediaan obat diabetes,” ujarnya dikutip dari laman BRIN.
Untuk berkontribusi dalam penyediaan insulin dalam negeri, lanjut Dini, dilakukan penelitian dan pengembangan biosimilar insulin.
Penelitian ini memiliki target fokus pada tiga jenis insulin dan analognya yaitu humulin, glargine, dan aspart yang memiliki tipe aksi berturut-turut pendek, panjang, dan cepat serta enzim-enzim pendukung untuk pematangan insulin yaitu tripsin dan kex2-endoprotease.
Dini menjelaskan, untuk produksi human rekombinan dalam skala besar, ada dua sistem utama yang banyak digunakan yaitu sistem E. coli dan sistem yeast dalam hal ini Saccharomyces cerevisiae.
Pada sistem E. coli insulin perkusor di-overekspresi untuk membentuk inclusion body dan pada tahap selanjutnya membutuhkan solubization dan oksidative refolding.
Pada sistem Saccharomyces cerevisiae prekursor insulinnya disekresikan ke supernatan kultur kemudian di-konversi menjadi human insulin melalui reaksi enzimatik.
Selanjutnya, purifikasinya memerlukan beberapa tahap. Sistem yeast yang lain dapat digunakan sebagai alternatif untuk produksi insulin adalah sistem Pichia pastoris yang memiliki kelebihan di antaranya dapat menghasilkan titer protein yang tinggi, diregulasi promotor kuat (AOX) yang diinduksi metanol, memiliki ekspresi stabil dari gen target yang diintegrasi, memiliki kemampuan sekresi tinggi dan protein lain diluar produk ekspresi jumlahnya rendah, serta kebutuhan kultur medium yang tidak mahal.
Dia menambahkan, dibandingkan Pichia pastoris dengan Saccharomyces cerevisiae, P. pastoris tidak meng-glikosilasi protein heterolog sebanyak S. cereviseae. Dengan demikian, dapat mengurangi risiko aktivasi kekebalan pada tubuh manusia.
Dini mengungkapkan, sejak awal kegiatan ini direncanakan untuk dikerjakan konsorsium dan merupakan salah satu prioritas riset nasional (PRN).
Sejak tahun 2019 diskusi terkait pembentukan konsorsium pengembangan biosimilar insulin sudah dilakukan dengan melibatkan beberapa institusi diantaranya LIPI dan BPPT (sekarang BRIN) mewakili LPNK, dari universitas diwakili ITB, UGM dan Unair.
Sedangkan dari industri diwakili Biofarma dan mengundang BPOM yang mewakili regulator. Sejak tahun itu sudah diidentifikasi tahapan yang harus dilalui. Riset ini melalui tahapan panjang dan tidak mudah serta membutuhkan banyak pakar.
Identifikasi perjalanan riset insulin dibagi dalam 5 WBS untuk mengerjakan 3 jenis insulin yaitu humulin, aspart, dan glargine serta 2 enzim pendukung untuk pematangan insulin, yaitu tripsin dan kex2-endoprotease.
WBS 1 dikerjakan tim LIPI dan ITB untuk pengembangan research cell bank (RCB) untuk ekspresi target humulin, aspart dan glargine serta target dua enzim pendukung. Kegiatan ini didanai LPDP tahun 2020.
Untuk WBS 2 terkait fermentasi atau bioprosesnya dan purifikasi dari prekursor, konversi prekursor menjadi insulin, karaktersasi protein, analisis komperatif dengan originatornya serta produksi skala pilot berbasis GMP. Institusi yang terlibat pada WBS 2 ini adalah LIPI, BPPT, ITB, dan Biofarma.
Sedangkan WBS 3 yaitu formulasi dan pengembangan sistem delivery insulin, diketuai oleh UGM. Sedangkan LIPI berperan dalam menyiapkan material insulin yang akan diformulasi. Untuk inisiasi kegiatan riset di WBS 3 telah dilakukan secara paralel oleh tim UGM dengan pendanaan PRN UGM.
Sementara, WBS 4 adalah uji praklinik dan inisiasi uji klinik. Uji praklinik in vitro dan in vivo diketuai UGM. BRIN akan mengerjakan uji in vitro, sedangkan in vivo diinisiasi dan dilakukan tim UGM.
Metode untuk in vitro sudah diinisiasi sejak tahun 2020 sedangkan uji in vivo telah diinisiasi sejak tahun 2021 dengan pendanaan LPDP.
WBS 5 yaitu untuk regulasi dan sertifikasi yang melibatkan BPOM. Pelibatan BPOM dari awal agar tidak ada masalah ketika mengusulkan regulasi.***
Ilustrasi - Piqsels







